Krisis Sritex Karyawan Terancam PHK Apa Langkah Kemnaker

ombudsmanindonesia.com, Jakarta – Industri tekstil di Indonesia kembali menjadi sorotan publik. PT Sri Rejeki Isman Tbk, atau lebih dikenal sebagai Sritex, menghadapi tantangan besar akibat status pailit yang telah ditetapkan oleh Pengadilan Niaga Kota Semarang. Tantangan ini tidak hanya berdampak pada operasional perusahaan, tetapi juga memengaruhi nasib ribuan karyawan yang kini berada di ujung tanduk ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK).
Namun, di tengah situasi ini, Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer Gerungan, memastikan bahwa Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) tengah melakukan langkah konkret untuk memantau dan memastikan kewajiban perusahaan terhadap para pekerjanya tetap terpenuhi.
Tindakan Kemnaker: Memastikan Kewajiban Terpenuhi
Immanuel Ebenezer Gerungan mengungkapkan bahwa Kemnaker saat ini sedang melakukan pengecekan mendalam terhadap kewajiban perusahaan Sritex, khususnya yang berkaitan dengan hak-hak karyawan. Hal ini meliputi aspek administrasi seperti keanggotaan dalam Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), pembayaran gaji, dan hak-hak lain yang menjadi tanggung jawab perusahaan.
“Kami cek kewajiban-kewajiban perusahaan terhadap buruhnya masih ada atau tidak,” ujar Immanuel. Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa meskipun berada dalam tekanan akibat status pailit, hak-hak karyawan tetap terjaga sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Fokus pada Pencegahan PHK
Kemnaker juga menegaskan bahwa mereka sedang berupaya keras untuk mencegah terjadinya PHK besar-besaran. Langkah ini menjadi prioritas mengingat sektor tekstil memegang peranan penting dalam perekonomian lokal, terutama di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, tempat Sritex beroperasi.
“Yang jelas, kita fokus pada penanganan agar jangan sampai terjadi PHK,” tambah Immanuel. Dalam situasi yang tidak menentu ini, Kemnaker berharap ada solusi yang dapat melindungi pekerja sekaligus menjaga kelangsungan industri tekstil nasional.
Dampak Kepailitan pada Operasional Sritex
Sejak putusan pailit diumumkan, Sritex menghadapi tantangan operasional yang semakin berat. Komisaris Utama Sritex, Iwan Kurniawan Lukminto, mengakui bahwa status ini telah mengganggu proses produksi perusahaan. Salah satu kendala terbesar yang dihadapi adalah kekurangan bahan baku.
“Memang kami sekarang mengalami shortage bahan baku,” ungkap Iwan. Akibat situasi ini, sebagian pekerja terpaksa diliburkan, meskipun perusahaan masih menerima pesanan dari pelanggan.
Namun, di tengah tekanan tersebut, Sritex tetap optimis untuk bangkit. Perusahaan telah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung untuk membatalkan status pailit, dengan harapan dapat kembali stabil dan melanjutkan operasional secara normal.
Harapan Karyawan dan Pemerintah
Bagi para karyawan Sritex, situasi ini menciptakan ketidakpastian yang tinggi. Ancaman kehilangan pekerjaan menjadi momok yang menakutkan, terutama di tengah kondisi ekonomi yang sulit. Oleh karena itu, perhatian penuh dari Kemnaker dan pihak-pihak terkait menjadi sangat penting.
Sementara itu, pemerintah berharap proses hukum dapat segera menghasilkan keputusan yang adil bagi semua pihak. Dengan adanya dukungan dari kementerian, diharapkan tidak hanya hak-hak pekerja yang terlindungi, tetapi juga kelangsungan industri tekstil sebagai salah satu sektor andalan Indonesia.
Kesimpulan
Situasi yang dihadapi Sritex saat ini menjadi pengingat akan pentingnya manajemen risiko dalam menjaga keberlanjutan perusahaan, terutama di sektor strategis seperti tekstil. Peran pemerintah, dalam hal ini Kemnaker, sangat krusial untuk memastikan bahwa baik perusahaan maupun karyawan dapat melalui krisis ini dengan dampak seminimal mungkin.
Dengan langkah-langkah yang tepat, ada harapan bahwa industri tekstil Indonesia dapat pulih dan terus menjadi tulang punggung ekonomi nasional. Sritex sebagai salah satu pemain utama industri ini diharapkan dapat menemukan solusi yang tidak hanya menyelamatkan perusahaan, tetapi juga melindungi ribuan karyawan yang bergantung pada keberlangsungan operasionalnya.